Rabu, 06 Februari 2013

Sejarah Rantai Kentjana

Monumen Rantai Kentjana di SMP N 1 Magelang, sumber
Semenjak kejatuhan sekutu oleh pasukan Jepang pada tahun 1942 maka terjadi perubahan yang mendasar dari kurikulum dan sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Itulah yang sempat membuat kegiatan belajar mengajar sempat terhenti. Akan tetapi setelah melalui tahap persiapan selama 4 bulan, maka pada bulan Juni 1942 sekolah mulai dibuka lagi oleh pemerintah.

Pasca persiapan sistem dan kurikulum baru tersebut, maka secara bertahap sekolah-sekolah mulai dibuka. Baik itu dari tingkat dasar, menengah maupun kejuruan serta tingkat tinggi. Begitu pula di Magelang. Sejak Juni 1942 mulai dipersiapkan dibukanya kembali sebuah sekolah tingkat menengah dengan nama "Syoto Chu Gakko".

Pada masa Hindia Belanda di Magelang terdapat 3 sekolah tingkat menengah, ialah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) pertama dikelola oleh Gubernemen, kedua oleh Yayasan Kristen dan yang ketiga kepunyaan Perguruan Taman Siswa. Ada juga sekolah setingkat sekolah menengah ialah MOSVIA (Midlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren), sekolah yang mendidik calon-calon pamong praja.

Pada saat dibukanya SMP Magelang yang letaknya di Jalan Boton, telah memiliki 3 atau 4 kelas dengan jumlah guru hanya 4 orang, masing-masing Soetedjo Atmodipoerwo merangkap sebagai direktur yang dibantu 3 guru lainnya ; Soediwan, Mardiyo, dan P Siagian. Dengan penerapan kurikulum Jepang, maka belajar bahasa Jepang menjadi suatu kewajiban. Selain itu harus melakukan tata upacara Jepang seperti Seikerei. Seragam putih putih dengan pet putih dan rambut harus dipotong hingga plontos. Masa belajar hanya 4 atau 5 hari, karena pada hari Jum'at dan atau Sabtu melakukan kegiatan Kinrohoshi (semacam kerja bakti ke luar halaman sekolah, seperti tangsi militer, membuat lubah perlindungan, mengumpulkan biji jarak,dll).

Tanpa disadari latihan baris berbaris dan perang-perangan dapat menumbuhkan jiwa penuh disiplin dan mulailah berkembang kesadaran dan cinta tanah air, semangat patriotisme, serta kesediaan untuk berkorban bagi nusa dan bangsanya. Di sinilah cikal bakal munculnya semangat dengan cita-cita membebaskan negeri dari kungkungan penjajah. Hingga melahirkan pejuang-pejuang muda yang aktif dalam perjuangan fisik maupun diplomasi yang beberapa di antara mereka menjadi pahlawan yang berguguran di medan pertempuran dalam memperjuangkan kemedekaan bangsa dan negara.

Salah satu pahlawan yang akhirnya tempat dimana beliau gugur dibangun Tugu Pahlawan Rantai Kentjana adalah Prapto Kecik. Pada waktu itu tanggal 31 Oktober 1945 terjadi kontak senjata antara Prapto Kecik dengan pasukan Jepang yang sedang melakukan teror berdarah di sekolah. Demi membela Almamater, kawan-kawan dan guru yang saat itu terancam jiwanya oleh pasukan teror Jepang, beliau rela mengorbankan jiwanya. Akhirnya tempat dimana beliau gugur; di salah satu sudut halaman dalam sekolah, dibangun monumen atas inisiatif murid-murid sendiri pada tahun 1947. Inilah yang melambangkan kepeloporan dan patriotisme pelajar waktu itu.

Para Eks Ketua Rantai Kentjana SMP Magelang (dari zaman Jepang - prakemerdekaan s/d thn 1948):


Nakoela Soenarta : 1942 - 1943 Soetarno : 1943 - 1944 Soetarto : 1944 - 1945 Moch Mahmud : 1945 - 1946 Soetardjo : 1946 - 1947 Soekarno : 1947 - 1948 Setelah itu praktis kepengurusan Rantai Kentjana di Sekolah SMP Magelang berakhir/terputus karena perang kemerdekaan II. Dan tidak lagi ada komunikasi dan informasi lengkap dari SMP sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar